oke, sekarang kita ke topik sensitif... dibacanya santai aja yaa :D
"Apakah jual beli kucing haram?"
kami akan membaginya menjadi 2 hal terpisah..
1. Apa definisi jual-beli kucing? Apa perbedaan peternak kucing dengan cattery?
Jual-beli kucing adalah hal sederhana. Ada penjual, ada pembeli, ada kucingnya, ada tempat transaksi, ada akad. clear dan simple bukan...
- Penjual minta harga tertentu untuk kucingnya, pembeli menyanggupinya. Setelah itu obyek kucing tersebut adalah sepenuhnya milik pembeli. Mau pembelinya menelantarkannya, atau bahkan menyembelihnya untuk dijadikan makanan, sepenuhnya terserah pembeli. Sementara cattery owner selalu selektif melihat calon adopter.
- Ada pembeli yang menawar harga Rp 1juta dan sangat penyayang kucing. Ada pembeli yang berani beli Rp 2jt, tapi kucingnya untuk dijadikan umpan memancing ikan hiu misalnya. Maka jual-beli kucing akan menyerahkan ke pembeli yang berani beli lebih mahal. Bagi cattery owner dilarang berlaku seperti itu, harga bukan segala-galanya
- Peternak kucing akan fokus menghasilkan anak-anak kucing sebanyak mungkin dan sesering mungkin. tanpa perlu memperhatikan kesehatan indukan. Cattery owner selalu disiplin breeding kucing sesuai ketentuan yang ada..
- Asosiasi seperti FIFe, ICA, CFA, membatasi breeding kucing. maksimal hanya boleh dua kali dikawinkan dalam satu tahun. Bahkan memajang harga kucing pun terlarang dan bisa menyebabkan cattery di suspend atau dicoret.
- Cattery-cattery yang mendatangkan kucing dari luar negeri sebagai parent stock pun sebagian terikat kontrak. Tidak boleh menjual lagi kucingnya kepada adopter lain. Sertifikat atas nama bersama, supaya memastikan kucing yang di adopsi tidak dijual kembali.
2. Apakah sama saja menjual kucing dengan mengganti biaya adopsi kucing?
Kemudian ada lagi yang bertanya, kalau adopsi memang hanya mengganti biaya perawatan, harusnya tidak semahal itu dong?
no no.. jangan salah.. justru biaya adopsi itu lebih "murah" dari sekedar mengganti biaya perawatan :)
antara lain
- cattery itu membutuhkan ruangan alias space. misalkan kita sewa tempat kos 400rb/bulan, berarti kucing usia 10 bulan sudah seharga Rp 4jt hanya untuk mengganti biaya sewa tempat :)
- belum biaya listrik dan air. AC menyala 24 jam. blower, hairdryer, heater, exhaust fan dan air untuk memandikan. anggaplah Rp 300rb/bulan. Berarti kucing usia 10 bulan minimal seharga Rp 7jt hanya untuk mengganti biaya tempat, listrik, air.
- ditambah biaya vaksin, susu, vitamin, obat-obatan dan pakan selama 10 bulan. anggaplah Rp 2juta. Nah harga adopsi untuk "mengganti biaya perawatan" sudah mencapai Rp 9jt.
- biaya perawatan harian. untuk membersihkan mata, telinga, memandikan, dan lain-lain.. anggaplah Rp 40rb/hari. selama 10 bulan sudah Rp 12juta hanya untuk perawatan. berarti biaya ganti adopsi total sudah Rp 21juta
- Biaya persalinan, sertifikat, dan microchip katakanlah Rp 1jt. Totalnya sudah Rp 22jt
- Nah, untuk medatangkan indukan impor kami pun memerlukan biaya, even walaupun kucingnya itu gratis.. karena ada komponen shipping dan karantina yang totalnya puluhan juta. Dan belum pernah ada kucing impor yang gratis hehe.. Ini pun seharusnya dihitung biaya penyusutan (orang akunting pasti paham doong..). Begitu juga kandang-kandang, dan peralatan kucing lainnya. Mau dihitung berapa?
- Kemudian bagaimana kita menghitung atau merupiahkan hal-hal seperti berjuangnya cattery owner di tengah malam ke klinik dokter hewan hanya karena kucingnya sakit. yang ini mau dihargain berapa :D kadang-kadang ditengah pekerjaan utama kita, harus buru-buru pulang hanya karena ada kelahiran kucing atau kucing sakit. Risiko kehilangan deal bisnis atau pekerjaan... ini mau dihargain berapa :D
- Belum lagi untuk biaya brand. Cattery-cattery mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengikuti catshow.
- Bagaimana juga menghitung expertise cattery owner dalam merawat cattery? misalkan sekali konsultasi ke dokter umum saja katakanlah Rp 50rb. Jika setiap hari kucing tersebut ditangani oleh expert semacam cattery owner, dengan biaya Rp 50rb/hari. Lebih tak terhitung lagi biayanya...
- Dari hitung-hitungan tersebut, mungkin kata-kata "ganti biaya perawatan" di angka Rp 35-40 juta. bahkan mungkin Rp 50juta. Nah lho malah lebih mahal kan :D Percayalah, kalau ada cattery-cattery bagus seperti prabu cattery ini melepas anakan dibawah harga Rp 15juta, sudahlah tergolong harga yang reasonable... jauh dibawah harga "mengganti biaya perawatan". Kucingnya sendiri ya gratis. karena cattery-cattery owner semacam Prabu selalu menganggap kucingnya tidak akan bisa dinilai dengan materi...
- Jadi jelas ya, cattery seperti Prabu ini tidak menjual kucing. Hanya melepas kucing untuk di adopsi dengan mengganti biaya adopsi yang sangat masuk akal... kucingnya sendiri tidak di jual dan tidak semua calon adopter pasti diterima juga :)
- Seandainya pakan kucing harganya Rp. 0,-, biaya vaksin dan pengobatan Rp 0,-, biaya tenaga kerja Rp 0,-, dan biaya-biaya yang kami sebut diatas semuanya Rp ,0-, tentunya kami tidak masalah jika harga kucing kami Rp 0,-
3. Apakah menjual kucing haram?
Walau kami sudah declare bahwa Prabu Cattery tidak menjual kucing, melainkan proses adopsi dengan mengganti biaya perawatan, tapi referensi fikih tetap diperlukan untuk menambah wawasan.
Karena kami bukan ahli agama, maka perkara ini kami serahkan ke jawaban yang telah ada di syariahonline.com
Berikut petikannya
diambil dari link http://www.syariahonline.com/v2/muamalat/2122-hukum-menjual-kucing.html
Quoting :
Hukum Menjual Kucing
Assalamu'alaikum wr wb
Pertanyaan:
ustadz,
Mohon informasi apakah benar jual beli kucing itu HARAM? jika benar,
apa dasarnya dan jika tidak apa pula dalilnya. bagaimana dg jual beli
hewan peliharaan lain, misal burung, ular, ayam, hamster, dll?
Terima kasih banyak. jaza kallah khoiron. Wa'alaikum salam wr wb.
Jawaban:
Assalamu alaikum wr. wb.
Para
ulama berbeda pendapat terkait dengan boleh tidaknya memperjualbelikan
kucing. Sebagian ulama di antaranya kalangan zhahiriyyah berpendapat
bahwa memperjualbelikan kucing hukumnya haram.
Dalilnya adalah riwayat dari Imam Muslim yang berasal dari Abu al-Zubeyr ra
bahwa suatu ketika ia bertanya kepada Jabir tentang harga (jual beli)
anjing dan kucing. Jabir ra menjawab bahwa Nabi saw melarangnya.
Namun
menurut sebagian besar ulama memperjualbelikan kucing hukumnya boleh.
Hal ini seperti pandangan Ibnu Abbas, al-Hasan, Ibn Sirin, Hammad,
Malik, al-Tsauri, al-Syafii, Ishak, Abu Hanifah dan sejumlah ulama
lainnya.
Adapun larangan untuk memperjualbelikannya seperti yang
terdapat dalam hadist Nabi saw di atas menurut Imam an-Nawawi terkait
dengan kucing liar karena tidak memberikan manfaat. Atau bisa juga
maksudnya adalah larangan yang bersifat tanzih bukan mengarah pada
pengharaman.
Adapun
terkait dengan berbagai hewan lainnya, maka sebagian ulama menetapkan
kaidahnya. yaitu bahwa sepanjang hewan tersebut tidak najis, tidak
berbahaya, dan memberi manfaat secara syar'i maka boleh diperjual
belikan. detilnya dapat dilihat pada jawaban kami lainnya.
Wallahu a'lam bish-shawab
Wassalamu alaikum wr. wb.
-end of quote-
referensi kedua dari http://www.rumahfiqih.net/y.php?id=252
Jual Beli Kucing, Haramkah?
By : Ahmad Zarkasih, Lc - [ baca semua tulisan ]
3 June 2014, 06:20:37 | dibaca 22.858 kali
Beberapa kawan bingung ketika mendapati hadits yang melarang jual-beli kucing berikut ini :
سَأَلْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ فَقَال : زَجَرَ عَنْ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
Aku bertanya kepada Jabi bin Abdullah tentang jual beli sinnaur (kucing liar) dan anjing. Lalu beliau menjawab: Nabi SAW melarang itu. (HR. Muslim)
Padahal para sahabat banyak yang mencintai kucing, bahkan ada shahabat yang digelari 'bapaknya kucing', yaitu Abu Hurairah. Padahal nama aslinya Abdul-Rahman bin Shakhr al-Dausi (57 H). Namun digelari seperti itu lantaran beliau sering dikelilingi kucing,
Ada juga riwayat shahih dari Nabi SAW bahwa beliau memasukkan kucing dalam kategori hewan yang suci, dan mengatakan bahwa ia adalah hewan yang sering ada di sekeliling kita.
Tapi di sisi lain ditemukan juga bahwa ada hadits di atas yang secara terjemahan lahiriyahnya melarang kita untuk menjual kucing itu sendiri. Apalagi derajat hadits itu juga shahih karena terdapat di dalam kitab Shahih Muslim.
Lalu, bagaimana sebenarnya hukum jual beli kucing? Kalau haram, kenapa boleh dipelihara?
Kalau haram dijual dengan alasan haram makan dagingnya, keledai juga diharamkan makan dagingnya, tapi jual belinya tidak dilarang?
Bagaimana cara kita memahami hadits ini?
Ulama Empat Madzhab
Ulama Empat madzhab yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyyah dan Al-Hanabilah sepakat atas kebolehan jual-beli kucing. Dibolehkan karena memang kucing adalah hewan yang suci bukan najis, karena suci maka tidak ada larangan untuk memperjual belikannya.
Pernyataan ini tertulis dalam kitab-kitab mereka, seperti Bada’i al-Shana’i 5/142 (Al-Hanafiyah) karangan Imam al-Kasani (587 H), Hasyiyah al-Dusuqi 3/11 (Al-Malikiyah) karangan Imam al-Dusuqi (1230 H), Al-Majmu’ 9/230 (al-Syafi’iyyah) karangan Imam an-Nawawi (676 H), Al-Mughni 4/193 (Al-Hanabilah) karangan Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisy (620 H).
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa kucing itu hewan suci, karena suci maka bisa dimanfaatkan. Dan dalam praktek jual-beli kucing, tidak ada syarat jual-beli yang cacat, semuanya terpenuhi. Sah jual belinya sebagaimana juga sah jual beli kuda atau juga baghl atau keledai.
Setelah sebelumnya beliau mengutip pernyataan Imam Ibnu al-Mundzir yang mengatakan bahwa mmemelihara kucing itu dibolehkan secara ijma’ ulama. Jadi jual belinya pun menjadi tidak terlarang. (Al-Majmu’ 9/230)
Pendapat Menyendiri (Madzhab Zahiri)
Pendapat berbeda dikeluarkan oleh madzhabnya Imam Daud Abu Sulaiman al-Zohiri, bahwa jual-beli kucing itu hukumnya haram. Ini dijelaskan oleh ulamanya sendiri, yaitu Imam Ibn Hazm (456 H) dalam kitabnya Al-Muhalla (9/13).
Tapi hukumnya bisa menjadi wajib jika memang kucing itu dibutuhkan untuk ‘menakut-nakuti tikus’. Dalam kitabnya dituliskan:
وَلاَ يَحِلُّ بَيْعُ الْهِرِّ فَمَنْ اُضْطُرَّ إلَيْهِ لأَذَى الْفَأْرِ فَوَاجِبٌ
Tidak dihalalkan jual beli kucing, (tapi) barang siapa yang terdesak karena gangguan tikus (di rumahnya) maka hukumnya menjadi wajib.
Artinya, walaupun madzhab ini mengharamkan, tapi keharamannya tidak mutlak. Ada kondisi dimana jual beli kucing menjadi boleh bahkan menjadi wajib hukumnya.
Alasan madzhab ini mengharamkan jual beli kucing, karena memang ada hadits yang melarangnya. Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Zubair pernah bertanya kepada sahabt Jabir bin Abdullah:
سَأَلْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ فَقَال : زَجَرَ عَنْ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
Aku bertanya kepada Jabi bin Abdullah tentang jual beli sinnaur (kucing liar) dan anjing. Lalu beliau menjawab: Nabi shallallhu a’alaih wa sallam melarang itu. (HR. Muslim)
Menurut Imam Ibnu Hazm, kata “Jazar”[جزر] dalam bahasa itu punya arti jauh lebih berat dibandingkan kata “Nahyu” [نهى] yang berarti melarang.
Imam Nawawi Menjawab Hadits
Ketika menjelaskan pendapat madzhabnya tentang kebolehan jual-beli kucing, Imam Nawawi juga memaparkan pendapat yang melarang beserta dalil dari hadits yang dipakainya. Beliau menjawab bahwa haditsnya memang shahih tapi maksudnya bukan larangan secara mutlak.
Dalam kitabnya (al-Majmu’ 9/230) beliau menyanggah dalil ini dengan argumen:
جَوَابُ أَبِي العباس بن العاص وَأَبِي سُلَيْمَانَ الْخَطَّابِيِّ وَالْقَفَّالِ وَغَيْرِهِمْ أَنَّ الْمُرَادَ الهرة الوحشية فلا يصح بيعها لِعَدَمِ الِانْتِفَاعِ بِهَا
Jawaban Abu al-Abbas bin al-‘Ash dan juga Abu Sulaiman al-Khaththabiy serta al-Qaffal dan selainnya bahwa yang dimaksud [sinnaur] di situ adalah kucing liar atau hutan [al-wahsyi]. Terlarang jual belinya karena tidak ada manfaat.
Jawaban yang sama juga beliau katakan dalam kitabnya yang lain, yaitu Syarah Shahih Muslim (10/234) ketika menjelaskan hadits yang sedang kita bahas ini.
Jadi memang yang dilarang itu bukan kucing [الهرة], akan tetapi kucing liar atau hutan yang disebut dengan istilah sinnaur [سنور]. Sinnaur juga terlarang untuk dimakan karena termasuk dalam kategori hewan bertaring yang menyerang manusia. Dalam madzhab Asy-Syafi’iyyah juga yang terlarang itu jika kucing liar, kalau kucing peliharaan itu tidak terlarang jual belinya.
Toh kalau pun terlarang, pasti Rasululah SAW akan mengatakan dengan istilah al-hirrah juga, tidak dengan lafadz sinnaur. Pembedaan istilah ini juga menunjukkan bahwa kucing tidak satu jenis, dan perbedaan jenis, beda juga hukumnya. Karena memang secara bahasa sinnaur dan hirrah punya makna beda; liar dan tidak liar, buas dan tidak buas.
Wallahu a’lam.
-end of quote-
-end of quote-
referensi kedua dari http://www.rumahfiqih.net/y.php?id=252
Jual Beli Kucing, Haramkah?
By : Ahmad Zarkasih, Lc - [ baca semua tulisan ]
3 June 2014, 06:20:37 | dibaca 22.858 kali
Beberapa kawan bingung ketika mendapati hadits yang melarang jual-beli kucing berikut ini :
سَأَلْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ فَقَال : زَجَرَ عَنْ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
Aku bertanya kepada Jabi bin Abdullah tentang jual beli sinnaur (kucing liar) dan anjing. Lalu beliau menjawab: Nabi SAW melarang itu. (HR. Muslim)
Padahal para sahabat banyak yang mencintai kucing, bahkan ada shahabat yang digelari 'bapaknya kucing', yaitu Abu Hurairah. Padahal nama aslinya Abdul-Rahman bin Shakhr al-Dausi (57 H). Namun digelari seperti itu lantaran beliau sering dikelilingi kucing,
Ada juga riwayat shahih dari Nabi SAW bahwa beliau memasukkan kucing dalam kategori hewan yang suci, dan mengatakan bahwa ia adalah hewan yang sering ada di sekeliling kita.
Tapi di sisi lain ditemukan juga bahwa ada hadits di atas yang secara terjemahan lahiriyahnya melarang kita untuk menjual kucing itu sendiri. Apalagi derajat hadits itu juga shahih karena terdapat di dalam kitab Shahih Muslim.
Lalu, bagaimana sebenarnya hukum jual beli kucing? Kalau haram, kenapa boleh dipelihara?
Kalau haram dijual dengan alasan haram makan dagingnya, keledai juga diharamkan makan dagingnya, tapi jual belinya tidak dilarang?
Bagaimana cara kita memahami hadits ini?
Ulama Empat Madzhab
Ulama Empat madzhab yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyyah dan Al-Hanabilah sepakat atas kebolehan jual-beli kucing. Dibolehkan karena memang kucing adalah hewan yang suci bukan najis, karena suci maka tidak ada larangan untuk memperjual belikannya.
Pernyataan ini tertulis dalam kitab-kitab mereka, seperti Bada’i al-Shana’i 5/142 (Al-Hanafiyah) karangan Imam al-Kasani (587 H), Hasyiyah al-Dusuqi 3/11 (Al-Malikiyah) karangan Imam al-Dusuqi (1230 H), Al-Majmu’ 9/230 (al-Syafi’iyyah) karangan Imam an-Nawawi (676 H), Al-Mughni 4/193 (Al-Hanabilah) karangan Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisy (620 H).
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa kucing itu hewan suci, karena suci maka bisa dimanfaatkan. Dan dalam praktek jual-beli kucing, tidak ada syarat jual-beli yang cacat, semuanya terpenuhi. Sah jual belinya sebagaimana juga sah jual beli kuda atau juga baghl atau keledai.
Setelah sebelumnya beliau mengutip pernyataan Imam Ibnu al-Mundzir yang mengatakan bahwa mmemelihara kucing itu dibolehkan secara ijma’ ulama. Jadi jual belinya pun menjadi tidak terlarang. (Al-Majmu’ 9/230)
Pendapat Menyendiri (Madzhab Zahiri)
Pendapat berbeda dikeluarkan oleh madzhabnya Imam Daud Abu Sulaiman al-Zohiri, bahwa jual-beli kucing itu hukumnya haram. Ini dijelaskan oleh ulamanya sendiri, yaitu Imam Ibn Hazm (456 H) dalam kitabnya Al-Muhalla (9/13).
Tapi hukumnya bisa menjadi wajib jika memang kucing itu dibutuhkan untuk ‘menakut-nakuti tikus’. Dalam kitabnya dituliskan:
وَلاَ يَحِلُّ بَيْعُ الْهِرِّ فَمَنْ اُضْطُرَّ إلَيْهِ لأَذَى الْفَأْرِ فَوَاجِبٌ
Tidak dihalalkan jual beli kucing, (tapi) barang siapa yang terdesak karena gangguan tikus (di rumahnya) maka hukumnya menjadi wajib.
Artinya, walaupun madzhab ini mengharamkan, tapi keharamannya tidak mutlak. Ada kondisi dimana jual beli kucing menjadi boleh bahkan menjadi wajib hukumnya.
Alasan madzhab ini mengharamkan jual beli kucing, karena memang ada hadits yang melarangnya. Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Zubair pernah bertanya kepada sahabt Jabir bin Abdullah:
سَأَلْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ فَقَال : زَجَرَ عَنْ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
Aku bertanya kepada Jabi bin Abdullah tentang jual beli sinnaur (kucing liar) dan anjing. Lalu beliau menjawab: Nabi shallallhu a’alaih wa sallam melarang itu. (HR. Muslim)
Menurut Imam Ibnu Hazm, kata “Jazar”[جزر] dalam bahasa itu punya arti jauh lebih berat dibandingkan kata “Nahyu” [نهى] yang berarti melarang.
Imam Nawawi Menjawab Hadits
Ketika menjelaskan pendapat madzhabnya tentang kebolehan jual-beli kucing, Imam Nawawi juga memaparkan pendapat yang melarang beserta dalil dari hadits yang dipakainya. Beliau menjawab bahwa haditsnya memang shahih tapi maksudnya bukan larangan secara mutlak.
Dalam kitabnya (al-Majmu’ 9/230) beliau menyanggah dalil ini dengan argumen:
جَوَابُ أَبِي العباس بن العاص وَأَبِي سُلَيْمَانَ الْخَطَّابِيِّ وَالْقَفَّالِ وَغَيْرِهِمْ أَنَّ الْمُرَادَ الهرة الوحشية فلا يصح بيعها لِعَدَمِ الِانْتِفَاعِ بِهَا
Jawaban Abu al-Abbas bin al-‘Ash dan juga Abu Sulaiman al-Khaththabiy serta al-Qaffal dan selainnya bahwa yang dimaksud [sinnaur] di situ adalah kucing liar atau hutan [al-wahsyi]. Terlarang jual belinya karena tidak ada manfaat.
Jawaban yang sama juga beliau katakan dalam kitabnya yang lain, yaitu Syarah Shahih Muslim (10/234) ketika menjelaskan hadits yang sedang kita bahas ini.
Jadi memang yang dilarang itu bukan kucing [الهرة], akan tetapi kucing liar atau hutan yang disebut dengan istilah sinnaur [سنور]. Sinnaur juga terlarang untuk dimakan karena termasuk dalam kategori hewan bertaring yang menyerang manusia. Dalam madzhab Asy-Syafi’iyyah juga yang terlarang itu jika kucing liar, kalau kucing peliharaan itu tidak terlarang jual belinya.
Toh kalau pun terlarang, pasti Rasululah SAW akan mengatakan dengan istilah al-hirrah juga, tidak dengan lafadz sinnaur. Pembedaan istilah ini juga menunjukkan bahwa kucing tidak satu jenis, dan perbedaan jenis, beda juga hukumnya. Karena memang secara bahasa sinnaur dan hirrah punya makna beda; liar dan tidak liar, buas dan tidak buas.
Wallahu a’lam.
-end of quote-
Ketika 4 imam mazhab dan jumhur ulama sudah berpendapat bolehnya menjual kucing, maka kita wajib menghargai pendapat tersebut tentunya.
4. Apakah Kucing Persia ada Manfaatnya?
Selain kucing untuk berburu mangsa, apakah ada manfaat kucing selain itu?
Mengikuti perkembangan jaman, berkembanglah ilmu pengetahuan dan teknologi. Lengkap dengan segala permasalahan baru manusia.
- kucing sebagai terapi autism pada anak : http://cats.about.com/u/ua/youandyourcat/catsastherapy.htm
- kucing sangat baik dipelihara anak-anak, untuk melatih fisik, sosial, emosional dan kognitif pada anak. http://www.sheknows.com/pets-and-animals/articles/2212/kids-and-pets
- ada sebagian orangtua yang lebih menyukai anak-anaknya beraktifitas dirumah, karena khawatir dengan pergaulan yang ada diluar. Mereka mencari kucing untuk menemani anak-anak mereka dirumah, dibanding anaknya sibuk bermain playstation, ipad, dll. menghindari mudharat yang lebih besar.
- merawat kucing mengajarkan tanggung jawab dan disiplin ke anak.
- memelihara kucing itu sehat, mengurangi risiko penyakit jantung dll. http://mritechnicianschools.net/2010/17-health-benefits-of-owning-a-cat/
- kucing juga menjadi teman yang baik untuk terapi mental yang kesepian. Untuk orang lanjut usia, untuk orang pengidap penyakit tahunan, yang menanti anak, yang masih single dll. Terbayang jika tidak ada pelampiasan kesepian tersebut, banyak mudharat lebih besar.
5. Penutup
Terakhir, hal yang selalu kami ulangi adalah, kucing persia hanyalah hobi kami di Prabu Cattery, bukan profesi.. Karena alhamdulillah kami memiliki profesi lain. Sebagian biaya yang kami dapat dari adopter pun kami gunakan untuk kepentingan sosial, digabung dengan dana CSR dari perusahaan kami, dalam bentuk beasiswa anak-anak tidak mampu dan lain-lain. Di Prabu Cattery, biaya adopsi hanyalah satu syarat keseriusan dari banyak hal lain yang kami perhatikan... tak sedikit kami sering memberikan kucing ke adopter tanpa penggantian biaya perawatan sama sekali, alias gratis..
Alhamdulillah Prabu Cattery telah menjadi sarana kami menambah teman-teman dan sahabat-sahabat baru. Monggo juga kalau ada yang berbeda pendapat.. sah-sah saja... kami pun tentu menghormatinya...
Semoga bermanfaat.. Salam,
Prabu Cattery
Mas Adzan, ijin saya share artikelnya ya... terimakasih
ReplyDeletemonggo mas andrie.. sukses buat manggala ya...
ReplyDeleteartikelnya keren
ReplyDeletemenurut sy, kalau digratiskan seharga Rp.0,- itu takutnya malah akan menjadikan kucing tsb tidak berharga, sehingga kalau terjadi kehilangan/kematian, si pemilik baru takutnya berpikir "ah biarin aja hilang, toh gratis ini, tinggal minta lagi aja"
kalau dikasih "harga/biaya" tentunya akan menjadikan si pemilik baru akan merasa "sayang", minimal ada perasaan "ga mau rugi" kalau kucing tsb hilang/tidak terawat :D
walaupun survey ke tempat si pemilik baru tersebut juga akan lebih bagus lagi, sehingga kita juga akan tenang :)
setuju pak ario (y)
ReplyDeletemantap artikelnya..
ReplyDeletewww.kiostiket.com